Tongkat yang kutancapkan di halaman
Telah berselimut lebat belukar perjalanan
Aku dan kau masih saja mengeja tanah
Beribu-ribu persinggahan berubah kemah
Entah berapa lama lagi kita kan menemukan muara
Kita letakkan, barang cuma sejenak
cucuran-cucuran peluh semangat tuk membakar racun malal
aku dan kau tak bergerak
ketika senja bertamu padamu tadi malam
dan kau beranjak dari pertapaan
ketika fajar membangunkan surya
sementara di pangkal jalan, kau berkata padaku
"teman, tujuan kita satu cahaya gemintang,
Maka di antara kita tidak boleh menjadi ekor atau kepala
Berjalanlah seirama dan sekata denganku”
Jiwaku berbisik ”aku sendiri tak mengerti arti semua ini”
Lalu kita berdua menembus embun pagi
Melewati jalan setapak berhiaskan rumput-rumput
Merindukan sang mentari
Entah berapa pemukiman telah kita lalui
Panah dan duri menjadi belahan hati
Hakikat hidup adalah bergerak menuju satu muara
Batu rintangan menghiasi setiap yang bernyawa
Teruslah berdenyut di jempatan putih
Jangan menoleh pada hamparan perih
Aku dan kau takkan berhenti bergerak
Menyelami lautan safar
Tuk cicipi manis permata di dasar sunyi
Seperti yang kau katakan
Aku akan selalu berjalan seirama denganmu
Darul Lughah, 08 Juni 2010
Rabu, 09 Februari 2011
PELITA HIDUP -ibu
telah kuteguk udara dari anak sungai kasihmu
semenjak kubersemayam di maqam peranakanmu
yang suci nan indah itu
di saat ku belum cicipi tetek hidup dari sungai nafasmu
telah kau kibarkan bendera namaku di hilir waktu
kau menitipkanku ke laju kereta
menuju cahaya harapan dan mimpi
o pelita hidupku..
sampaikah sayap abdiku menggapai mahkotamu?
2010
semenjak kubersemayam di maqam peranakanmu
yang suci nan indah itu
di saat ku belum cicipi tetek hidup dari sungai nafasmu
telah kau kibarkan bendera namaku di hilir waktu
kau menitipkanku ke laju kereta
menuju cahaya harapan dan mimpi
o pelita hidupku..
sampaikah sayap abdiku menggapai mahkotamu?
2010
Tasybih Dedaunan
Entah apa yang mengantarku ke ambang pintu dunia
Sementara hasrat masih saja terbius oleh lentera waktu
Aku tak mau terlontar dari kampung halaman
Di mana tubuhku terbungkus
Oleh serat-serat sutra
Di saat nyawaku masih terkatung-katung
Pada akar yang menjalar dalam hening
Namun itu semua hanyalah naluri
Kenyataannya, aku telah terundang ke alam cobaan ini
Dengan bekal sepotong akal dan hati
Dan mengarungi lautan lepas tak seperti
Yang terlintas dalam benakku
Batu tebing selalu menghadang langkahku
Untuk menjadi sehelai daun yang melantunkan tasybih
Di setiap letupan nafasnya
Saat daun bertasybih, bergetarlah apa yang ada
Di alam arwah
Oh, gusti!
Aku akan bertasybih dengan lembaran daun
Yang engkau anugerahkan
Sebagai zadun untuk mengsinggasanahi firdausMu
Desember 2010
Sementara hasrat masih saja terbius oleh lentera waktu
Aku tak mau terlontar dari kampung halaman
Di mana tubuhku terbungkus
Oleh serat-serat sutra
Di saat nyawaku masih terkatung-katung
Pada akar yang menjalar dalam hening
Namun itu semua hanyalah naluri
Kenyataannya, aku telah terundang ke alam cobaan ini
Dengan bekal sepotong akal dan hati
Dan mengarungi lautan lepas tak seperti
Yang terlintas dalam benakku
Batu tebing selalu menghadang langkahku
Untuk menjadi sehelai daun yang melantunkan tasybih
Di setiap letupan nafasnya
Saat daun bertasybih, bergetarlah apa yang ada
Di alam arwah
Oh, gusti!
Aku akan bertasybih dengan lembaran daun
Yang engkau anugerahkan
Sebagai zadun untuk mengsinggasanahi firdausMu
Desember 2010
Langganan:
Postingan (Atom)